TOP NEWS

Top

Desa Terbersih Dunia Jadi Refrensi, PKK dan Forkots Kunjungi Desa Penglipuran

Desa Terbersih Dunia Jadi Refrensi, PKK dan Forkots Kunjungi Desa Penglipuran

BANGLI. KOMINFONEWS – Setelah mampu membawa Kelurahan Rawa Makmur menjadi juara I tingkat provinsi Kalimantan Timur pada lomba Kampung Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan Lingkungan Bersih Sehat (Sehat) tahun 2021, Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Samarinda Hj Rinda Wahyuni Andi Harun bertekad akan mengadopsi Desa Adat Penglipuran, kabupaten Bangli Provinsi.

Hal ini terungkap dalam kunjungan kerja TP PKK Samarinda bersama Forum Kota Sehat (Forkots) Samarinda berserta OPD terkait ke Desa Adat Penglipuran, kelurahan Kubu, kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali baru-baru ini.

“Mau dikenal atau tidak, namanya kebersihan itu adalah penting. Tapi sekeras apapun pemerintah menggalakkan kebersihan, kunci utama kembali ke diri warga masing-masing. Di sinilah tujuan kami datang ke Desa Penglipuran, menggali bagaimana caranya membudayakan dan memupuk semangat kepada warga untuk hidup bersih. Kami melihat sepertinya ini sudah menjadi adat di sini, melestarikan adat seperti ini susah sekali,” ucap Rinda mengawali sambutannya sebagai ketua Rombongan yang diterima Camat Bangli I Wayan Wardana dan Bendesa Adat (Kepala Desa Adat) Penglipuran I Wayan Budiarta di Bale Banjar Adat atau rumah pertemuan.

Rinda mengakui meinginkan Samarinda memiliki tempat seperti ini, apalagi telah diakui dunia. “Banyak ilmu yang bisa diterapkan di Samarinda. Kami ingin mempelajari pola hidup masyarakat di sini, bagaimana memumpuk semangat hidup bersih dan beradat sehingga menjadi gaya hidup atau kebiasaan baik,” ungkap Rinda yang juga ketua Forkots Samarinda.


Tak hanya itu, lanjut Rinda juga ingin mengadopsi konsep wisata berbasis masyarakat, berbudaya dan berwawasan lingkungan. Dimana, memberdayakan masyarakat, dari dan oleh masyarakat. Tiket masuk dikelola oleh dinas terkait, tapi dibagi untuk desa.

Semangat mengadopsi Rinda ini tentunya juga didorong dengan bakal hadirnya Ibu Kota Negara (IKN) di Kaltim, dimana Samarinda sebagai daerah terdekat dan menjadi kota penyangga akan menyiapkan diri.

“Kita harus punya ikon. Selain sebagai kota penyangga, Samarinda juga ibu kota provinsi. Desa Wisata Penglipuran akan kita jadikan refrensi pada pengembangan selanjutnya Kampung PHBS dan LBS kelurahan Rawa Makmur yang baru menjadi juara. Cita-citanya seperti Desa Penglipuran ini. Tentunya berpegangan dengan ATM alias Adopsi, Tiru dan Modifikasi. Bukan murni sama,” tandas Rinda.

Melalui kunjungan ini pula, lanjut Rinda bisa mengetahui bagaimana peran PKK pada pengembangan Desa Penglipuran ini, termasuk juga Forkots nanti bagaimana peranannya sehingga bisa mengimplementasikannya di Samarinda.

Sebelumnya Bendesa Adat (Kepala Desa Adat) Penglipuran, I Wayan Budiarta, mengemukakan Desa Penglipuran telah menerima banyak penghargaan dari dalam maupun luar negeri, diantaranya desa wisata terbersih versi majalah Internasional Bombastic tahun 2017, Kalpataru, Indonesia Sustainable Tourisme Award (ISTA) tahun 2017, dan 3 (tiga) besar Green Destination dari Sustainable Destinations Top 100 versi Green Destinations Foundation tahun 2019.

Ia mengatakan Desa Wisata Adat Panglipuran dibangun dengan Konsep Tri Mandala, dimana tata ruang desa dibagi menjadi tiga wilayah yakni Utama Mandala, Madya Mandala, dan Nista Mandala.


Tak hanya itu, lanjutnya sebagai Desa adat mereka memiliki hak otonomi dari pemerintah daerah Bangli. Baik itu dalam mengatur hukum adat, berkaitan dengan sosial, budaya untuk memberdayakan masyarakat demi kesejahteraan bersama dari pariwisata.

Selain suasana nyaman, lanjut Budiarta, penduduk desa ini menjaga dan mempertahankan adat sehingga menjadi daya tarik tersendiri. Bahkan untuk perilaku warga juga dijaga. Misalnya urusan poligami, masyarakat desa tersebut dilarang memiliki lebih dari satu istri.“ Jika memiliki lebih dari satu istri maka ia dan istri-istrinya harus pindah dari Karang Kerti ke Karang Memadu. Ini masih di dalam desa tetapi bukan bagian utama,” terangnya.

Terkait konsep wisata berbasis masyarakat, ia menjabarkan selain disetor ke Pemkab Bangli atas hasil penjualan tiket, pengelola desa adat pun mendapat bagian. Demikian pula pengelola homestay, kebagian juga untuk pengelola adat desa. Termasuk event tertentu dibagi 50 persen pengelola dan 50 persen adat desa.

“Dengan konsep ini, tidak ada masyarakat yang akan mendapatkan keuntungan sendiri-sendiri secara langsung dari pariwisata, karena keuntungan tersebut akan dialokasikan untuk pembangunan desa,” pungkas Budiarta.(DON/KMF-SMD)