SAMARINDA. Warga keluhkan keberadaan Rumah
Potong Unggas (RPU) di lingkungan mereka di jalan Merak. Bau menyengat, kotor
serta banyaknya bulu ayam bertebaran sering dirasakan warga.
Keluhan itu terungkap ketika Kepala Dinas
Lingkungan Hidup (DLH) Kota Samarinda Nurrahmani menyampaikan permasalahan
tersebut saat Rapat Koordinasi Terkait Pembahasan Rumah Potong Ayam yang
dipimpin Asisten II Sekretariat Pemerintah Kota Samarinda Nina Endang Rahayu di
Ruang Rapat Sekda Balaikota, Senin (08/03/2021).
Berdasarkan pengaduan yang masuk melalui DLH,
Nurrahmani mengatakan ada dampak lingkungan dari warga setempat terkait RPU
yang berlokasi di Jalan Merak tepatnya Gang 19. Menurut laporan yang ia terima,
akibat pembongkaran di Pasar Segiri, pelaku usaha ayam potong tersebut
melakukan pemotongan ayam di rumahnya.
“Keberatan warga itu meliputi pembuangan
darah ayam, bising dan bulu-bulu ayam berhamburan (bertebaran),” tutur Yama,
sapaan Nurrahmani.
Kepala Seksi Pengaduan dan Penyelesaian
Sengketa Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup, Aldila Rahmi Zahara menambahkan
pemilik rumah pemotongan ayam tersebut satu keluarga, bapak, anak dan cucu yang
posisi rumahnya berdekatan.
“Mereka memotong ayam tidak tanggung –
tanggung, dalam 1 hari sedikit nya 1000 ayam disembelih dengan 4 rumah yang
berbeda. Jadi memang rumahnya ber blok 1, 2 dan 3, sementara kondisi parit
(drainase) tidak memungkinkan, selain sempit, dangkal juga kotor,” tambah
Adila.
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu, Jusmaramdhana Alus menyampaikan untuk mendirikan sebuah
bangunan Rumah Potong Hewan (RPH) termasuk bangunan yang lain harus diketahui
dulu kondisi kawasan secara tata ruang.
“RPH baru akan diijinkan terkecuali berada di
lingkungan kawasan pertanian, RPH itu tidak diperbolehkan di kawasan jasa dan
pemukiman, saya garis bawahi hanya boleh di kawasan pertanian, apa saja yang
harus dipenuhi, salah satunya rekomendasi dari Dinas Pertanian, dari tahun 2019
hingga 2021 kami baru mengeluarkan ijin hanya untuk Ayam Makmur, kalaupun ada
perusahaan yang mengatakan memiliki IMB mungkin betul IMB nya ada tapi bukan
RPH, bisa jadi IMB sebagai tempat tinggal,” ucap Jusmaramdhana.
Nina menyimpulkan dalam beberapa hari kedepan
Pemerintah Kota akan menutup dan memasang baliho sebagai edukasi kepada
masyarakat, bahwa tidak diperbolehkan aktifitas tersebut di lingkungan
pemukiman. (fer/don/kmf-smd)