TOP NEWS

Top

PBSR VII Sedot Antusias Pengunjung, Genjot PAD

PBSR VII Sedot Antusias Pengunjung, Genjot PAD

SAMARINDA. Perayaan seni dari berbagai multidisiplin, baik itu perupa, pematung, desainer dan arsitek terbaik dari seluruh Indonesia digelar di Samarinda, Kalimantan Timur.

 

Pameran yang melibatkan 100 perupa selama 20-26 September di Samarinda ini menyuguhkan akar budaya lokal masyarakat Banjar di Kalimantan, yakni Kayuh Baimbai yang bermakna bekerja bersama-sama atau bergotong royong.

 

Konsep pameran ini berangkat dari kehidupan sosial keseharian masyarakat Banjar yang aktivitasnya banyak dilakukan di sungai dan merupakan bagian dari laku spiritual selain mendayung bersama sampan itu.

 

Acara yang dibuka resmi Wakil Walikota Samarinda, M Barkati di Bigmall mengatakan event yang diselenggarakan di Samarinda ini sangat bagus. Karena dalam acara ini hadir seniman dari seluruh Indonesia dan penikmat seni akan datang ke Kota Samarinda.

 

"Ini membuat PAD (Pendapatan Asli Daerah, red)  kita meningkat," ujar Barkati, Sabtu (21/9).

 

Wawali didampingi Sekda Samarinda Sugeng Chairuddin, Asisten I Tejo Sutarnoto berkeliling untuk melihat karya seni rupa.

 

Pameran Besar Seni Rupa (PBSR) yang dihelat Direktorat Kesenian Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan adalah implementasi dari Undang-Undang No. 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.

 

Sebuah acara akbar tahunan yang mempresentasikan karya-karya perupa-perupa profesional di Kalimantan (Borneo). PBSR VII ini digelar di Samarinda, sebagai sarana mengembangkan potensi lokal tentang daya apresiasi, produksi artistik dan ekspresi kultural yang dipusatkan kegiatannya di Kalimantan Timur.

 

Acara ini merupakan kerja koordinasi Pemerintahan Pusat, Kemendikbud, Direktorat Kesenian, Subdirektorat Seni Rupa, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, Pemerintahan Kota Samarinda dan Taman Budaya Kota Samarinda dan dibagi dalam 3 zonasi Kalimantan.

 

Zona pertama, Kosmopolitanisme, merupakan sebuah masyarakat yang inklusif dan daerah yang maju, baik pada peradaban masa lalu dan kini. Sebuah konsep sosiologis, dimana orang-orang kosmopolit akan menerima keberbedaan nilai-nilai yang beragam dan membangunnya dalam visi cita-cita bersama demi kemajuan.

 

"Dengan demikian, seniman-seniman dan pekerja kreatif ditantang menampilkan karya-karya terbaiknya yang sejalan dengan masyarakat maju yang menjunjung nilai-nilai kosmopolit," kata Kurator Pameran, Bambang Asrini Wijanarko.

 

Zona kedua, adalah Ekspresi Seni Islam. Keyakinan dan budaya tentang Islam telah ratusan tahun mendarang-daging di masyarakat Kalimantan. Konsep tentang gotong-royong atau Kayuh Baimbai yang terintegrasi dalam budaya Islam sebuah keniscayaan.

 

Budaya-budaya yang terpuncak dalam seni Islam telah memberi hibriditas corak seni Islam di Kalimantan. Seperti Kesultanan Kutai Taruma Negara di Kalimantan Timur (Sultan Muhammad Sulaiman pada abad ke-19) yang sangat erat dengan Kesultanan Brunei dan Kesultanan Malaka (Malaysia).

 

Zona ketiga, adalah Peradaban Tua Kalimantan. Tema Kayuh Baimbai mengingatkan, bahwa istilah gotong royong telah dikenal lebih dari seribu tahun yang bisa dilihat pada kerajaan besar peradaban kuno masyarakat di Kalimantan dengan Kerajaan Kutai Martadipura berlokasi di Muara Anam. Jejaknya dapat ditemukan pada ekspresi-ekspresi seni di Kutai Kertanegara, Tenggarong dan artefak-artefak di Museum Mulawarman.

 

Perhelatan seni rupa terbesar yang baru digelar di Kalimantan ini akan mengeksplorasi warisan para nenek moyang berbagai etnik di Kalimantan. Hajatan seni rupa yang diselenggarakan di Big Mall, Samarinda pada 20 s/d 26 September 2019 ini dikemas dalam bentuk festival, pameran, seminar seni rupa dan pembuatan mural. (kmf9) 

Penulis: Hendri --Editor: Doni